Dawuh Guru



Bulus Ramadhan Mubarok 1439 H/2018 M
__________________________________
Suatu waktu setelah subuh dibulan Romadhon,  sudah merupakan rutinitas kami santri Bulus mengikuti pengajian sorogan Ihya' dengan pengasuh (al-Mukarrom Assayid Hasan Ibn Aqil Ba'bud) dalam kesempatan ini salah satu teman kami terjadwal membaca(Qori'); seperti biasa setelah membaca al-Fatihah yang dipandu oleh al-Mukarrom; santri langsung membaca dengan di simak langsung oleh beliau al-Mukarom, tidak lama kemudian sang Qori' dibenarkan bacaanya, entah mengapa Qori' terdiam tidak langsung mengikuti apa yang telah dikatakan oleh al-Mukarram, mungkin si Qori' gugup, takut atau entahlah apa yang saat itu ada dalam benaknya yang jelas Qori’ tidak langsung mengucapkan apa yang sudah di katakan al-Mukarrom;
kemudian al-Mukarrom  Dawuh "syarata wong ngaji kudu taslim (pasrah dengan sepasrah pasrahnya) karo
gurune"


Beliau meneruskan Dawuhnya " Nek gur men iso moco kitab lan ngerti sak murode iku gampang,  akeh Tunggale; tapi sirre kitab dan barokahe kitab iku seng anggel"

Kemudian beliau menceritakan masa dulu beliau mengaji dengan kiyainya "aku bien ngaji kitab Qotrul Gois karo kiyaiku; kiyaiku le moco iku salah; tarkiban wa ma'nan, tapi aku tetep jogo roso  ojo ngasek atiku duwe roso suu'udzon karo guruku, tak jogo tenan atiku ojo ngasek aku ngerasani lan krentek elek karo guruku; bedo karo konco-konco ku seng ng buri ono cah rolassan iku duwe krentek elek karo gurune; hasile opo ? Sak minggu sak wise, konco-koncoku kuwi ditutup ilmune ng gusti Allah; utawi iki iku ilang blas sko atine; nek aku alhamdullah diparingi futuh nang gusti Allah"

Kemudian beliau berkata kepada semua santri; "Nek siro kabeh niat ngaji tenan dandannono niatmu; seng ikhlas lan taslim karo guru, arep koyo opo gurumu koe kudu khusnudzon; senajan menurutmu kuwi salah;  dewe ra ngerti, pas kapan wektune, karo sopo, nang ndi  le ngaji, gusti Allah arep maringi Futuhhe Ilmu"

INTAHA;

Begitulah Dawuh guru yang amat sangat berharga untuk seluruh santri; Yang menginingkan futuhnya ilmu, maka harus Ikhlas; Taslim; dan tidak boleh Suu’udzon kepada gurunya seperti apapun dia, sebab denga suu’udzon akan menghalangi futuhnya Ilmu dan yang tidak kalah penting santri harus menjaga adab dengan sebaik-baikanya kepada guru bila mengingikan Allah memberi Futuhnya Ilmu.

Al Imam Ali bin Hasan al Aththas mengatakan :
ﺍﻥ ﺍﻟﻤﺤﺼﻮﻝ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﺍﻟﻔﺘﺢ ﻭﺍﻟﻨﻮﺭ ﺍﻋﻨﻲ ﺍﻟﻜﺸﻒ ﻟﻠﺤﺠﺐ، ﻋﻠﻰ ﻗﺪﺭ ﺍﻻﺩﺏ ﻣﻊ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻭﻋﻠﻰ ﻗﺪﺭ ﻣﺎ ﻳﻜﻮﻥ ﻛﺒﺮ ﻣﻘﺪﺍﺭﻩ ﻋﻨﺪﻙ ﻳﻜﻮﻥ ﻟﻚ ﺫﺍﻟﻚ ﺍﻟﻤﻘﺪﺍﺭ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺷﻚ


“Memperoleh ilmu, futuh dan cahaya (maksudnya terbukanya hijab2 batinnya), adalah sesuai kadar adabmu bersama gurumu. Kadar besarnya gurumu di hatimu, maka demikian pula kadar besarnya dirimu di sisi Allah tanpa ragu". 


Imam Nawawi ketika hendak belajar kepada gurunya, beliau selalu bersedekah di perjalanan dan berdoa:

“Ya Allah, tutuplah dariku kekurangan guruku, hingga mataku tidak melihat kekurangannya dan tidak seorangpun yang menyampaikan kekurangan guruku kepadaku". 

Beliau pernah mengatakan dalam kitab At Tahdzibnya :

ﻋﻘﻮﻕ ﺍﻟﻮﺍﻟﺪﻳﻦ ﺗﻤﺤﻮﻩ ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ ﻭﻋﻘﻮﻕ ﺍﻻﺳﺘﺎﺫﻳﻦ ﻻ ﻳﻤﺤﻮﻩ ﺷﻲﺀ ﺍﻟﺒﺘﺔ

” Durhaka kepada orang tua dosanya bisa hapus oleh taubat, tapi durhaka kepada ustadzmu tidak ada satupun yang dapat menghapusnya “.

Walauhu A'lam Bissowab


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tahqiqul Manath dalam Khilafiyah Penyelenggaraan Shalat Jumat

Al IMAN BULUS VERSI MAJALAH HIDAYAH

Apa Bagaimana dan untuk Apa Silaturrahim