MAKALAH SEMINAR & DISKUSI TITIK TEMU ANTARA TEKS KITAB DENGAN TRANSAKSI MODEREN
PENDAHULUAN
Pembahasan muamalah dalam fiqih diletakkan setelah
Bab `Ubudiyah oleh para ulama, dimana
maksud dari muamalah/ba’i adalah menghasilkan Dunyawi
sebagai sebab untuk Ukhrowi.[1]
Transaksi jual beli merupakan kebutuhan untuk memenuhi
segala kebutuhan manusia. Selain itu, perdagangan memang menjanjikan sekali
dalam hal memperoleh rizki seperti yang sudah disebutkan dalam hadits:
تِسْعَةُ أَعْشَارِ الرِزْقِ فِي
التِّجَارَةِ
Sembilan dari sepuluh pintu rizki ada pada
perdagangan.[2]
Sudah suatau
kewajiban bagi siapapun yang akan terjun kedalam dunia perdagangan untuk
mempelajari fiqih muamalah, yakni mengenai syarat dan rukun-rukun bermuamalah
serta apa saja yang dapat merusaknya. Apabila tidak, dikhawatirkan seseorang bisa terjerumus dalam peraktik muamalah yang diharamkan. Umar
bin Khattab
R.A. pernah berkata:
لا يبع في سوقنا إلا من تفقه، وإلا أكل الربا شاء أم أبى
Dilarang berjualan dipasar kami kecuali
orang yang sudah belajar fiqih, apabila tidak maka akan memakan riba baik ia
kehendaki ataupun tidak
Dalam
perkembangannya, muamalah mengalami perubahan yang bermacam-macam yang sama
sekali belum pernah ada di era pramodern, sehingga dalam kitab turats
pun tidak ada yang menjelaskan secara
gamblang mengenai hukum muamalah/transaksi tersebut, sedangkan santri
saat ini hanya terpaku dengan teks kitab tanpa mau menyelami dan menggunakan
pendekatan-pendekatan khusus yang sebenarnya sudah dirumuskan oleh ulama-ulama
terdahulu semisal Qo`idah Fiqhiyah dll. Seakan santri memiliki rasa phobia
untuk menuju kesitu.
Sehingga, santri
pun mengalami kebingungan untuk menyikapi dan menjawab masalah muamalah yang
sedang berkembang saat ini. Dimana sebenarnya titik temu antara kedunya, yakni
antara transaksi yang sudah dirumuskan oleh ulama-ulama salaf dan transaksi kekinian, secara dzohir
sangatlah berbeda.
Melalui seminar dan diskusi yang ishaa Allah akan kami adakan dengan
mengundang
beliau:
KH. Yusuf Rosyadi
ü Pengasuh PP Dar-Tauhid,
kedung Sari.
ü ketua LBM PCNU Purworejo
ü Pengawas Syariah Mikat
al-khidmah
ü Pemilik Toko Mas Sami
ü Konsultan
Beliau tidak hanya pakar,
namun juga tokoh sudah terjun dan menyelami praktik-praktik muamalah
kontemporer yang tentunya masih dalam koridor syariat yang benar serta dengan
prinsip kehalalan rizki dan keberkahanya. Diharapkan dengan
kehadiran beliau sebagai narasumber dapat membuka pemikiran para santri terkait
dengan titik temu antara teks kitab dengan transaksi
mumamalah moderen.
JUAL BELI
DALAM KITAB KLASIK
A.
Pengertian Jual Beli
1. Menurut
bahasa
Jual beli (البيع)
secara bahasa merupakan masdar dari kata بعت
diucapkan يبيع-باء bermakna memiliki dan membeli. Kata
aslinya keluar dari kata الباع
karena masing-masing dari dua orang yang melakukan akad meneruskannya untuk
mengambil dan memberikan sesuatu. Orang yang melakukan penjualan dan pembelian
disebut البيعان.
Jual beli
diartikan juga “pertukaran sesuatu dengan sesuatu”. Kata lain dari al-bai’
adalah asy-syira’, al-mubadah dan at-tijarah.
2. Menurut
syara’
Pengertian jual beli (البيع)
secara syara’ adalah tukar menukar harta dengan harta untuk memiliki dan
memberi kepemilikan.
Sebagian
ulama lain memberi pengertian :
a. Menurut
Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ : “Pertukaran harta dengan harta untuk
kepemilikan”.[3]
b. Saling
tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab dan qabul
dengan cara yang sesuai dengan syara.[4]
c. Menurut ulama Hanafiyah : “Pertukaran harta
(benda) dengan harta berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan)”.[5]
d. Menurut
Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni : “ Pertukaran harta dengan harta untuk
saling menjadikan milik”.[6]
e.
Tukar
menukar harta meskipun ada dalam tanggungan atau kemanfaatan yang mubah dengan
sesuatu yang semisal dengan keduanya, untuk memberikan secara tetap.[7]
f.
memberikan milik berupa benda yang berharga dengan cara barter (tukar)
dengan izin syara’, atau memberikan milik berupa manfaat yang mubah untuk
selamanya dengan harga berupa benda yang bernilai.[8]
Dengan bahasa “barter/tukar”, mengecualikan
hutang. Dan dengan bahasa “izin syar’i”, mengecualikan riba. Termasuk di dalam
manfaat adalah memberikan milik hak untuk membangun. Dengan bahasa
“tsaman/harga”, mengecualikan ongkos di dalam akad sewa, karena sesungguhnya
ujrah / ongkos tidak disebut tsanam[9]
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami
bahwa jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara ridha di antara kedua belah pihak, yang satu menerima
benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan
yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.
Inti dari beberapa pengertian
tersebut mempunyai kesamaan dan mengandung hal-hal antara lain.
1. Jual
beli dilakukan oleh 2 orang (2 sisi) yang saling melakukan tukar menukar
2. Tukar
menukar tersebut atas suatu barang atau sesuatu yang dihukumi seperti barang,
yakni kemanfaatan dari kedua belah
pihak.
3. Sesuatu
yang tidak berupa barang/harta atau yang dihukumi sepertinya tidak sah untuk
diperjualbelikan.
4.
Tukar
menukar tersebut hukumnya tetap berlaku, yakni kedua belah pihak
memilikisesuatu yang diserahkan kepadanya dengan adanya ketetapan jual beli
dengan kepemilikan abadi.
B.
Rukun Jual Beli
1.
Akad (ijab
qabul)
Ialah
ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual beli belum dikatakan sah sebelum
ijab dan qabul dilakukan sebab ijab qabul menunjukkan kerelaan (keridhaan). Ijab qabul boleh dilakukan
dengan lisan dan tulisan. Ijab qabul dalam bentuk
perkataan dan/atau dalam bentuk perbuatan yaitu saling memberi (penyerahan barang dan penerimaan
uang).
Menurut
fatwa ulama Syafi’iyah, jual beli barang-barang yang kecilpun harus ada ijab
qabul tetapi menurut Imam an-Nawawi dan ulama muta’akhirin syafi’iyah
berpendirian bahwa boleh jual beli barang-barang yang kecil tidak dengan ijab
qabul. Jual beli yang menjadi kebiasaan seperti kebutuhan sehari-hari tidak
disyaratkan ijab qabul, ini adalah pendapat jumhur [10]
2. Orang-orang yang berakad (subjek) – البيعان
Ada dua pihak yaitu bai’ (penjual) dan mustari (pembeli).
3. Ma’kud ‘alaih (objek)
Ada dua
yakni saman (harga), dan musman/ma’bi (barang yang dihargai)[11]
C. Syarat
Jual Beli
1.
Syarat shighat (ijab dan
qobul)
Ijab
adalah sesuatu yang menunjukan memberikan kepemilikan, sedangkan qobul adalah
sesuatu yang menunjukan menerima kepemilikan. Disyratkanya shigot dikarenakan
ridlo merupakan perkara yang samar
sehingga hanya dapat diketahui dengan lafad yang keluar.
1.
Ijab qabul
tidak terpisah Antara ijab dan qabul tidak boleh diselingi oleh waktu yang
terlalu lama yang menggambarkan adanya penolakan dari salah satu pihak. Antara
ijab dan qabul tidak terpisah dengan pernyataan lain
2.
Antar ijab
dan qobul tidak dipisah dengan diam yang
lama.
3.
Adanya
persesuaian ma’na antara ijab dan qobul
4.
Tidak dikaitkan dengan sesuatu Akad tidak boleh dikaitkan
dengan sesuatu yang tidak ada hubungan dengan akad.
5.
Tidak dikaitkan dengan waktu
6.
Lafazh
ijab tidak boleh berubah seperti perkataan, “Saya jual dengan 5 dirham”,
kemudian berkata lagi, “Saya menjualnya dengan 10 dirham”, padahal barang yang
dijual masih sama dengan barang yang pertama dan belum ada qabul.
7.
Keras
dalam pelafadzan sampai terdengar oleh orang yang didekatnya.
8.
Khitob,
harus adanya khitob antara kedua pelaku akad
9.
Ketika mengucapkan shighat
harus disertai niat (maksud)
10. Mukhotob sempurna dalam shigot
11. Pengucapan ijab dan qabul harus sempurna Jika
seseorang yang sedang bertransaksi itu gila sebelum mengucapkan, jual beli yang
dilakukannya batal.
12. Menyebutkan saman, bagi yang memulai baik
dari pihak penjual ataupun pembeli.
13. Adaya pesesuaian antara lafadz dan ma’nanya.[12]
2.
Syarat Aqid
1.
Kemutlakan
untuk mengelola harta. Yakni keduanya, balig,
berakal dan rosyid.
2.
Tidak dipaksa
atau tanpa hak
3.
Islam, Dianggap tidak sah, orang kafir yang
membeli kitab Al-Qur’an atau kitab-kitab yang berkaitan dengan dinul Islam
seperti hadits, kitab-kitab fiqih atau membeli budak yang muslim.
4.
Pembeli bukan musuh. Umat Islam dilarang menjual
barang, khususnya senjata kepada musuh yang akan digunakan untuk memerangi dan
menghancurkan kaum muslimin.[13]
3.
Syarat ma’qud ‘alaih
1.
Suci, maksudnya suci atau mampu disucikan
dengan dibasuh, sehingga tidak sah jual beli sesuatu yang suci dengan istihalah,
seperti kulit bangkai atau khomer
2.
Bermanfaat, maksudnya manfaat secara khissi dan syar’i,sehingga
tidak sah jual beli khasarot atau
alatul malahi.
3.
Dapat diserahkan,
maksudnya penjual dapat menyerahkan musman kepada pembeli, atau pembeli
mampu mengambil.
4.
Barang milik sendiri atau menjadi wakil orang
lain
Pembeli berhak menerima barang/ mabi’ mekipun
membayaranya dengan muajal/tempo, karna penjual sudah ridho dengannya.
Sedangkan bagi penjual berhak menahan mabi’/barang apabila pembayaranya kontan,
namun pembeli belum menyerahkan saman/uang
kepada penjual.[15]
Jual beli dan semua tasarufat dihukumi
batil bisa barang/mabi’ belum diterima oleh pelaku teransaksi/ba’i. Adapun
menerima (qobdu) bisa dinyatakan bila:
·
Barang
bisa dialihkan dengan tangan maka setelah menerimanya.
·
Barang
tidak bisa dipindah seperti tanah atau rumah maka setelah menyerahkan semisal
kunci.
·
Barang
bisa dipindah semisal mobil, maka setelah barang tersebut dipindahkan ketempat
yang lain.
D.
Macam-macam
jual beli
1.
Menjual barang yang terlihat oleh kedua
orang yang melakukan akad.
2.
Menjual barang yang diberi sifat yang masih menjadi tanggungan. Dan bentuk
ini disebut dengan akad salam.
3.
Menjual
barang yang samar yang tidak terlihat oleh kedua orang yang melakukan akad.
4.
Menjual manfaat
E.
Hukum
–hukum jual beli
1.
Wajib,
seperti menjual makanan kepada orang yang sangat membutuhkan.
2.
Sunah,
seperti menjual segala sesuatu yang memberi manfaat kepada manusia.
3.
Makruh,
seperti menjual setelah adzan yang pertama sholat jum’at
4.
Mubah, ini
merupakan hukum asalnya.
5.
Haram,
a.
Sah,
seperti berjualan setelah adzan kedua sholat jum’at, menjual pedang kepada
begal.
b.
Tidak sah,
yakni jual beli yang terdapat cacat
dalam syaratnya.
F.
Macam
–macam transaksi kontemporer
1.
Jual Beli
Online
Jual Beli Online adalah suatu kegiatan jual beli dimana penjual dan
pembelinya tidak harus bertemu untuk melakukan negosiasi dan transaksi dan
komunikasi yang digunakan oleh penjual dan pembeli bisa melalui alat komunikasi
seperti chat, telepon, sms dan sebagainya.
Jual beli online juga bisa melalui suatu forum Jual Beli
Online atau Situs jual Beli Online yang sudah menyediakan banyak barang untuk
dijual belikan. Tidak hanya itu, untuk memperlancar dan memperaman dalam
transaksi ada baiknya bila kita menggunakan jasa pihak ketiga untuk menyimpan
uang kita secara aman.
A.
Tata Cara Jual Beli Online :
1)
Penjual atau Pembeli Haruslah
Sopan.
2)
Jalur Komunikasi harus lancar agar
tidak terjadi salah komunikasi.
3)
Gunakan Pihak ketiga untuk
menjamin keamanan barang dagangan dan uang pembayaran agar tidak terjadi penipuan
B.
Tata Cara Khusus Penjual :
1)
Barang yang dijual haruslah
milik sendiri
Ingat, jangan
barang orang lain kalian jual jika tidak memiliki izin dari si pemilik. Nanti
malah bukannya dapat untung, tetapi dapat buntung kalian.
2)
Berilah Keterangan yang
benar-benar jelas agar pembeli tidak terlalu banyak menanya
Mengapa ? Karena selain dengan memberi keterangan yang jelas barang yang
kita jual juga mudah laku, kita juga bisa mendapatkan kepercayaan dari pembeli
dan pembeli tidak sungkan untuk membeli barang dari kita
3)
Tetapkan harga dan statusnya
(bisa harga pas, harga nego, atau barter)
Dengan
menetapkan harga dan statusnya, pembeli juga pasti banyak yang melirik baramg
kita karena harga yang sudah ditetapkan dan statusnya jelas (nego, pas, atau
barter)
4)
Selalu gunakan Pihak Ketiga
Untuk Memperaman Lapak Jualan Kita
Apa itu pihak
ketiga ? Pihak ketiga yang saya maksud disini adalah Rekening Bersama. Pihak
ini merupakan pihak yang cocok untuk melakukan transaksi jual beli online
apabila kita tidak melakukan jual beli online secara COD (Cash On Delivery).
Fungsinya adalah meminimalisir penipuan dari penjual dengan pembeli.
C.
Tata Cara untuk Pembeli :
1)
Cari Barang Yang benar-benar
bagus dan harganya tidak Overprice
Jangan
terpaku pada gambar dan keterangan karena gambar dan keterangan bisa saja
dimanipulasi. Untuk harga, jangan mudah percaya dengan harga yang ditetapkan
penjual. Sekiranya barang yang dijual tidak sama dengan harga yang ditetapkan,
ada baiknya mencari dari lapak dagangan penjual lainnya.
2)
Gunakan Alat Komunikasi yang
mudah dan nyaman
Dengan
menggunakan alat komunikasi yang nyaman dan mudah, kita tidak akan mengalami
kesulitan dan kesalahan komunikasi bisa diminimalisir.
3)
Gunakan Jasa Rekening Bersama
Jasa rekening
bersama sangat dibutuhkan apalagi jika kalian tidak melakukan Cash On Delivery.
Sehingga ini akan meminimalisir terjadinya penipuan.
4)
Tanyakan Pada Penjual Segala
Kelengkapan Barang
Apabila
kelengkapan barang dirasa memang sesuai dengan keterangan yang diberikan, kalian
bisa melakukan jual beli online.[16]
2.
Bai` Bits-Tsaman Ajil (BBA)
Secara makna harfiyah, bai` maknanya adalah jual-beli atau transaksi.
Tsaman maknanya harga dan Ajil maknanya bertempo
atau tidak tunai. Jenis transaksi ini sesuai dengan namanya
adalah jual-beli yang uangnya diberikan kemudian atau
ditangguhkan. Tsaman Ajil maknanya adalah harga belakangan. Maksudnya harga barang itu berbeda dengan bila dilakukan
dengan tunai.[17]
A.
Bentuk-bentuk BBA
1)
Bentuk Pertama
Transaksi
jual-beli antara harga tunai dan harga kredit berbeda. Dan
harga kredit lebih tinggi. Seperti, saya jual mobil ini
tunai 100 juta, atau kredit 110 juta.
2)
Bentuk Kedua
Sama dengan pendapat
pertama, tetapi transaksi itu terjadi kemudian berpisah tanpa ada kejelasan mana yang diambil. Seperti,
saya jual mobil ini tunai 100 juta, atau kredit 110 juta. Keduanya
sepakat tanpa menjelaskan transaksi mana yang diambil.
3)
Bentuk
Ketiga
Membeli barang dengan harga tertangguh, dengan
syarat barang itu dijual kembali kepadanya secara
tunai dengan hargayang lebih rendah. transaksi ini disebut juga dengan ba`iul
`inah.
4)
Bentuk
Keempat
Transaksi ini mensyaratkan penjualan lagi.
Seperti menjual suatu barang yang tidak ditentukan
barangnya dan harganya. Atau ditentukan harga dan barangnya.
Seperti A membeli sebuah rumah dengan harga 1 Milyar
dari B dengan syarat B membeli mobilnya dari A seharga 1,5
Milyar.
5)
Bentuk
Kelima
Mensyaratkan manfaat pada salah seorang
diantara yang melakukan transaksi. Misal, saya jual rumah
ini dengan syarat saya tinggal dahulu satu tahun.
B.
Bai` Bits-Tsaman Ajil
Pada Bank Syariah
Bai` Bits-Tsaman
Ajil tidak hanya terbatas antara pembeli dan penjual di pasar. Tetapi sebuah
lembaga keuangan seperti bank pun bisa
melakukan akad ini. Namun sebenarnya bank hanya memiliki
uang dan tidak memiliki barang. Maka bila ada seseorang yang
ingin membeli barang, pihak bank tidak bisa menyediakan barang itu. Pihak bank harus
membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan pembeli.
Idealnya, pihak bank akan datang ke pasar dan membeli
barang yang dibutuhkan lalu menjualnya kepada pembeli dengan
mengambil keuntungan harga. Namun dalam prakteknya, untuk pengadaan
barang, pihak penjual (bank) akan kerepotan bila harus bolak
bali ke pasar untuk membeli barang. Sehingga untuk mudah dan
efisiennya, pihak bank bisa mewakilkan pembelian barang
dari pasar kepada calon pembelinya.
Gambaran:
1. Nasabah melakukan identifikasi dan memilih rumah yang akan dibeli
2. pengajuan BBA (Perjanjian pembelian properti)
3. Bank membeli rumah dari penjual dengan cara tunai
4. Pemilik rumah menjual rumah ke bank
5. Bank menjual rumah kepada nasabah dengan harga jual merupakan
penjumlahan harga beli dengan
besar keuntungan
6. Konsumen membayar rumah yang sudah dibeli oleh bank dengan cara mencicil
3.
Bai`ul Wafa
Bai`ul Wafa ` adalah: Suatu
transaksi (akad) jual-beli dimana penjual mengatakan kepada pembeli: saya jual
barang ini dengan hutang darimu yang kau berikan padaku dengan kesepakatan jika
saya telah melunasi hutang tersebut maka barang itu kembali jadi milikku lagi.[18]
1.
Pemilik menjual rumahnya kepada bank dengan harga tertentu
2.
Bank
menyewakan/mengontrakkan rumah yang dibeli itu kepada
pemilik tadi untuk jangka waktu tertentu.
3.
Setelah
masa sewa/kontrak selesai, pemilik pertama akan membeli
kembali rumahnya dari bank.
PENUTUP
Dari sedikit gambaran transaksi di atas, sebenarnya
dimanakah titik
temu transaksi zaman dahulu yang sudah dirumuskan oleh ulama terdahulu dalam
kitab-kitab kuning yang masih dikaji santri sampai hari ini?
Disusun oleh:
M. Hanif Rahman
PP. AL-IMAN BULUS GEBANG PURWOREJO 2018
[12] Ibid.,hal: 17-19
[16] Sumber: http://septian-lbs-2012.blogspot.co.id/2013/01/Pengertian-Jual-Beli-Online-Tata-Caranya.html diakses pada 24 November 2017, Pukul: 14: 05
Comments
Post a Comment