Benarkah Tidurnya orang yang berpuasa Ibadah


Salah satu Hadis populer khusus dibulan Romadhon adalah
نوم الصَّائِم عبَادَة
"Tidurnya orang yang berpuasa adalah Ibadah"
Seakan Hadis tersebut menjadi dalil pembenaran untuk terus tidur terutama disiangnya bulan puasa, ironisnya santri pun demikian, ungkapan tersebut sebagai legitimasi serta  sebagai pembenaran untuk tidak mengikuti Ta'lim bahkan tidur saat pelajaran berlangsung, atau mungkin golongan santri ini pula yang ikut mempopulerkannya dikhalayak umum.
Terlepas dari motif dari ungkapan tersebut , yang jelas hadis tersebut banyak tertulis dalam kitab-kitab Turots, sebut saja salah satunya kitab Lubabul Hadits karya as-Suyuti hadis tersebut tertulis dalam bab fadhilatu saum, disana ungkapan tersebut disandarkan kepada perkataan Nabi Muhammad Saw (hadits), Syaikh Nawawi al-Bantani dalam syarahnya Tangqihul Qoul mengutip pendapat al-Azizi menjelaskan " ada redaksi lain yakni "نوم العالم عبادة" yang memungkinkan merupakan lafazd riwayat yang lain, ya mungkin juga salah satunya ada kesalahan dalam penulisannya (sabkulqolam)". Memang sedari awal al-Bantani dalam muqodim Tangqihul Qoul memberikan penjelasan bahwa hadits-hadits yang ada dalam kitab Lubabul Hadits setatusnya adalah dhoif, meskipun demikian dengan kedoifnya tidaklah seyogyanya untuk disingkirkan dan diterlantarkan (tidak diamalkan) karena meskipun Hadits dhoif tetap dapat diamalkan dalam masalah Fahoilul a'mal. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam tambihul Akhyar dan an-Nawawi dalam Syarah Majmu' bahwasanya hadits dhoif dapat dijadikan landasan (Hujah) khusus dalam masalah fadhoillul a'mal, keputusan ini bedasarkan konsensus Ulama'.

Dalam ihya Ulumuddin pun Al-Ghazali juga mencantumkan ungkapan tersebut, al-Iroqi  pentakhrij  hadits-hadits yang terdapat dalam kitab ihya, menjelaskan bahwa hadits tersebut terdapat dalam Amaly Ibnu Mandah dari riwayat al-mughiroh al-qowasy dari Abdullah bin Umar dengan sanad yang dhoif.
Hardis tersebut juga diriwayatkan oleh abu Mansur ad-dailami  dalam musnad al-firdaus, hadits dari abi Abdillah bin Abi aufa dimana dalam perawinya ada Sulaiman bin Amr an-Nakho'i yakni salah satu pendusta.
Athiyyah saqr mufti dar-ifta' almisriyah menyimpulkan bahwa "berdasarkan takhrij dari al-Iroqi diatasi dapat diambil kesimpulan bahwa hadits tersebut bersetatus hadits dhoif atau bahkan maudhu' (hadits palsu)".
Namun bila dilihat dari perspektif kandungan makna atau penjelasan hadits tersebut bisa dibenarkan bila kita lihat dari sisi pembandinganya, Kita maklumi bersama bahwa dalam bermasyarakat ada macam-macam hal yang sukar untuk dihindari semisal berbohong, ghibah dan melihat hal² yang diharamkan, maka jika dilihat dari segi ini makna hadis "tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah" dapat dibenarkan karena dengan tidur berarti menghindari perbutan maksiat dan perkara mungkar. Maka dapat disimpulkan bahwa tidur dengan alasan demikian jelas merupakan bentuk ibadah dan tergolong ibadah pasif (Ibadah salbiyah), seperti halnya sodaqoh bagi orang yang tidak memiliki apapun:
Nabi Muhammad bersabda:
"فليمسك عن الشر، فإن إمساكه عن الشر صدقة" رواه البخارى ومسلم
"Maka tahan lah untuk berbuat jelek, sesungguhnya menahan diri dari kejelekan merupakan shodaqoh"

Namun bila kita lihat dari perspektif yang lain yakni bagi orang yang mempunyai kuwajiban baik bekerja atau belajar atau apapun itu yang  bukan perkara yang menyelisihi perintah dan larangan agama. Kemudian puasa dijadikan sebagai alasan untuk bermalas-malasan dalam melaksanakan kuwajiban kemudian lebih memilih tidur dengan alasan tidurnya orang yang berpuasa adalah Ibadah, padalah kuwajiban itu mampu ia kerjakan meskipun dalam keadaan berpuasa, maka tidur dalam kategori demikian tidak bisa dibenarkan sebagai Ibadah.
Dulu para sahabat tidak menghentikan kegiatan-kegiatannya dalam keadaan puasa, Bahakan peristiwa besar dalam sejarah Islam terjadi dibulan ramadhan yakni perang Badr dan Fathul mekah.
Menjadikan puasa dibulan ramadhan sebagai alasan untuk mermalas-malasan dalam melakukan kuajibanya adalah tidak dibenarkan lebih- lebih meligitimasikannya dengan hadits
نوم الصَّائِم عبَادَة
Dalam sebuah maqolah dikatakan

والعمل الصالح في ظل الصيام له ثوابه الجزيل
"Amal baik yang dikerjakan di bulan puasa, baginya pahala yang besar yang diperoleh"

8 Romadhon 1440 H
Muhammad Hanif Rahman

Lihat:
>Tangqihul qoul:  65
> Ihya' Ulumuddin: 1/231
> Fatawy dar-ifta' al-Misriyah: 9/280

Comments

Popular posts from this blog

Tahqiqul Manath dalam Khilafiyah Penyelenggaraan Shalat Jumat

Al IMAN BULUS VERSI MAJALAH HIDAYAH

Apa Bagaimana dan untuk Apa Silaturrahim