Pembenahan Ma'af Memaafkan

Beberapa hal yang harus diperhatikan dan digaris bawahi dalam bingkai momentum budanya halal bihalal diantaranya;

1) Meminta maaf atau memaafkan tidak terbatas hanya dalam momentum lebaran saja, melainkan secepanya setelah melakukan kasalahan.

2) Ma'af memaafkan merupakan rangkaian bertaubat kepada Allah maka harus memenuhi 3 unsur 1: membebaskan diri dari perbutan maksiat seketika itu juga. 2: merasa menyesal karena telah mwlakukanya. 3: mempunyai keinginan kuat untuk tidak melakukannya kembali.

3) Bila kesalahan yang dilakukan berhubungan dengan manusia, maka ada satu tambahan ( selain ketiga diatas poin no-2) yakni mengembalikan Dhulamah (ketidakadilan, kesalahan atau kerugian), atau meminta maaf serta membebaskan diri darinya.

4) Pemfitnahan harus taubat dengan memenuhi ke-4 unsur tersebut, karna ghibah termasuk hakul addami sehingga pemfitnahan harus meminta halal kepada korbannya.

5) Ada perbedaan pendapat mengenai apakah cukup meminta maaf tanpa menjelaskan apa kesalahannya; Pendapat pertama mengatakan belum cukup, bila tanpa menjelaskan kesalahannya.pendapat kedua tidak perlu menjelaskan kesalahannya karena hal ini termasuk hal yang bisa ditolerir, sehingga tidak perlu diketahui berdeda dengan yang berkaitan dengan harta.

6) Bila sang korban telah meninggal atau ghoib (mengilang tidak diketahui keberadaannya) yang menyebabkan menjadi kendala dalam meminta Ma'af maka ulama Syafi'iyah berpendapat baginya (pelaku) memintakan ampulan dan mendoakannya dan pemperbanyak perbuatan baik.

Nb: Ghibah hanya salah satu dari Hakkul Adami, sehingga kesalahan-kesalahan yang lain yang berupa Hakkul Adam penyelesaianya sama saja.

Wallahu A'lam Bissowab
Mlm 2 Syawal

جعلنا الله وإياكم من العآئدين والفائزين والمقبولين وتقبل الله منا ومنكم صالح الأعمال وكل عام وانتم بخير وصحة وسلامة

Selamat Hari Raya 'Idul Fitri 1440 H 2019 M
Mohon Ma'af Lahir dan Batin
Muhamad Hanif Rahman
_____________________________________
اعلم أن كلَّ من ارتكب معصيةً لزمهُ المبادرةُ إلى التوبة منها، والتوبةُ من حقوق الله تعالى يُشترط فيها ثلاثةُ أشياء: أن يُقلع عن المعصية في الحال، وأن يندمَ على فعلها، وأن يَعزِمَ ألاّ يعود إليها.
والتوبةُ من حقوق الآدميين يُشترط فيها هذه الثلاثةُ ورابعٌ، وهو: ردّ الظلامةِ إلى صاحبها، أو طلب عفوه عنها، والإِبراء منها؛ فيجبُ على المغتاب التوبة بهذه الأمور الأربعة؛ لأن الغيبة حقّ آدمي، ولا بدّ من استحلاله مَن اغتابَه، وهل يكفيه أن يقول: قد اغتبتُك، فاجعلني في حلّ، أم لا بُدَّ أن يبيّنَ ما اغتابه به؟ فيه وجهان لأصحاب الشافعي رحمهم الله:
أحدهما: يُشترط بيانُه، فإن أبرأه من غير بيانه لم يصحّ، كما لو أبرأه عن مالٍ مجهولٍ.
والثاني: لا يُشترط؛ لأن هذا مما يُتسامحُ فيه، فلا يُشترط علمهُ، بخلاف المال.
والأوّل أظهرُ؛ لأن الإِنسانََ قد يسمحُ بالعفو عن غيبة دونَ غِيبة؛ فإن كان صاحبُ الغيبةِ ميّتاً أو غائباً، فقد تعذّرَ تحصيلُ البراءةِ منها؛ لكن قال العلماءُ: ينبغي أن يُكثر الاستغفار له والدعاءَ، ويُكثر من الحسنات.
[النووي، الأذكار للنووي ط ابن حزم، صفحة ٥٥٠]

Comments

Popular posts from this blog

Tahqiqul Manath dalam Khilafiyah Penyelenggaraan Shalat Jumat

Al IMAN BULUS VERSI MAJALAH HIDAYAH

RINGKASAN BAB HAID, ISTIKHADLOH DAN NIFAS